Ilustrasi dari sumber ini |
Beberapa hari lalu saya terlibat
dalam diskusi yang menarik. Rencananya kami akan menyelenggarakan sebuah
kegiatan di Bali beberapa bulan ke depan. Di ajang yang akan kami gelar ini
pengennya sih dibuka dengan narasumber dari luar negeri untuk membahas sebuah
kasus yang relefan dengan kegiatan ini.
Diskusi kemudian mengerucut
sampai pada pemilihan nama narasumber. Diantara nama yang diusulkan, seorang
peserta diskusi kemudian menyampaikan pendapatnya
“pembicaranya jangan orang bule deh, biasanya kalau sesi yang diisi sama bule emang menarik tapi pas giliran dibuka sesi tanya jawab pada malu-malu nanya-nya”, ungkap seorang peserta diskusi.
Jawaban ini kemudian di-iya-kan
oleh beberapa peserta lain yang (mungkin) pernah mengikuti forum diskusi
internasional di Indonesia. Pendapatnya sama, memang menghadirkan narasumber
dari luar negeri adalah peluang untuk belajar banyak bagi kita warga Indonesia.
Tapi masalahnya, peserta yang ingin bertanya dan kemampuan bahasa Inggrisnya
terbatas cenderung urung untuk menanyakan pertanyaan yang terlintas di
pikirannya.
Saya jadi ingat kejadian dulu
sewaktu menjadi mahasiswa. Ketika kehadiran seorang narasumber dari luar
negeri, beberapa teman dengan antusias bertanya meskipun bahasa Inggrisnya
terbata-bata. Responnya? Ada yang salut dengan keberanian penanya yang walau
bahasa asingnya terbatas tapi tetap pede untuk bertanya. Ada juga yang nyinyir
dan nyeletuk, “yaelah udah sih pake bahasa Indonesia aja”.
Di lain kesempatan saat sedang
mampir ke Jogja dan menginap di sebuah Hostel yang dipenuhi para backpacker
mancanegara, saya sempet ngobrol dengan beberapa turis yang sampai sekarang
masih berteman di facebook ataupun Line. Ada turis dari China dan Korea.
Masing-masing punya masalah yang sama yaitu “bad english” kata mereka. Gak
jarang ketika mereka ingin menyampaikan sesuatu tapi gak tau terjemahannya,
mereka akan bilang, “sebentar saya cek dulu bahasa Inggrisnya di google
translate” atau “maaf bahasa Inggris saya jelek banget”, padahal mah yang
diajak ngomong juga sama kok kualitas bahasanya hehe udah lama gak dilatih tapi
pede aja haha!
"Kadang kalau saya ketemu sesama
turis dari Korea saya suka ketawa sama mereka, kok bahasa Inggris kita jelek
banget ya?", kenang seorang turis Korea yang saya jumpai di Jogja. Hal yang sama juga
dirasakan oleh turis China yang merasa kalau di negaranya dia mendapatkan
pelajaran bahasa Inggris dari tingkat sekolah dasar, tapi sampai sekarang dia
merasa bahasa Inggrisnya jelek banget.
Ada lagi pengalaman waktu teman
saya mau presentasi di depan klien. Dia sempat tanya (karena kebetulan
klien-nya temen saya juga). “Ini nanti ngobrolnya pakai bahasa Indonesia kan?
Gw takut banget kalau ditanya pake bahasa Inggris. Gw lemah banget di poin itu
Ki!"
Teman saya ini rencananya mau
mempresentasikan sebuah program yang digagas olehnya. Secara penampilan dia oke
banget, public speaking-nya juga mantap. Tapi dia alergi banget sama hal yang
berbau english dan dia merasa itu kelemahannya.
Dari beberapa pengalaman yang
saya jumpai selama ini sebagai warga Indonesia, bahasa Inggris jadi satu hal
yang kita takuti, rasanya males buat dipelajari lagi karena udah umur 25 tahun
tapi mentok kemampuannya segitu-gitu aja. Kurang lebih itu kesan yang saya
tangkap.
Kurangnya penguasaan bahasa
Inggris kadang bikin banyak kesempatan di depan mata seolah lewat begitu saja.
Sebagai contoh ketika kita ngebet buat daftar beasiswa tapi syarat TOEFL-nya
tinggi banget, kita nge-down. Waktu mau ngelamar pekerjaan tapi di-interview
pakai bahasa Inggris, kita ngerasa kacau banget gak ngerti ngomong apaan. Atau
waktu kita ingin menyampaikan pertanyaan di sebuah forum akhirnya harus kita
urungkan karena merasa bahwa bahasa Inggris kita jelek banget dan pasti
diketawain seisi forum. Kesel gak?
Untuk mengatasi rasa minder ini ada yang mengambil kursus bahasa Inggris, ada yang berguru ke Pare selama beberapa minggu agar bisa latihan setiap hari ngomong pakai bahasa Inggris, ada juga yang pakai cara dengerin lagu dan musik berbahasa Inggris. Banyak cara yang kita sudah pernah lakukan pastinya, hasilnya? Ketika gak dipakai lagi ya luntur kan kemampuan ataupun rasa pede-nya? Yang lebih ngeselin adalah ketika saya menjumpai poster di jalan yang dengan provokatifnya meng-klaim kalau "dalam 1 minggu kamu akan pede ngomong bahasa Inggris". Beberapa lembaga kursus memang memanfaatkan peluang ini dengan cermat & gerak cepat! :)
Seingat saya, generasi 90an mulai
dapat pelajaran bahasa Inggris sekitar kelas 3 SD (pengalaman saya dulu seperti
itu). Berarti sudah berapa tahun kita belajar bahasa Inggris? Dan menurut kamu
bagaimana kemampuan bahasa Inggris-mu? Kenapa bahasa Inggris bisa jadi hal yang menakutkan? Bahkan jadi titik lemah bagi kita?
Akhirnya mungkin saya harus berkesimpulan bahwa penerapan bahasa Inggris dan motivasi untuk bisa menguasai bahasa asing kembali pada kebutuhan dari tiap individu. Prinsip dasar hidup: kalau butuh pasti dicari. Kalau memang merasa butuh punya kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni pasti dibela-belain sampai kursus. Kalau memang merasa selama ini baik-baik aja dan belum perlu punya kemampuan bahasa asing yang advance ya mungkin gak perlu ngoyo juga belajar bahasa asing.
Setidaknya, ada satu kutipan yang
saya ingat dari seorang penulis buku bernama Aulia “Ollie” Halimatussadiah
(@salsabeela). Dalam bukunya yang berjudul “Girls & Tech) Ollie pernah
dinasehati oleh wali kelasnya di tingkat SMP yang menggap Ollie jago komputer
hanya karena dia sanggup mengetik cepat di lembaran Ms. Word:
“Aulia, orang yang bisa menguasai bahasa Inggris dan komputer akan menguasai dunia. Saya harap kamu salah seorangnya!”